Kisah Nyata Si Didik
Ini post kedua ku di KCH, makasih admin. Langsung saja ke cerita ya, ini kisah di kampung nenek, aku ingat betul kejadian itu, waktu itu aku masih 1 SMA. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2005, aku gambarkan dulu kampung nenekku seperti apa. Kampung itu agak jauh dari jalan raya, untuk sampai kesana harus melewati gapura besar dan sebuah lapangan yang luas.
Di pojokan lapangan ada satu jalan kecil. Jalan itulah satu-satunya akses untuk sampai ke kampung nenekku. Di lapangan itu juga ada sebuah sekolah SMK yang langsung berhimpitan dengan kampung nenekku, jadi bisa di bilang kampung nenekku itu di kelilingi tembok besar yang langsung berbatasan dengan SMK itu. Nah di tengah-tengah lapangan itu ada sebuah rumah besar biasa orang jawa menyebutnya “Pendopo”.
Nah biasa setiap hari pendopo itu selalu digunakan untuk kegiatan sekolah ataupun kampung. Setiap sore pasti ada satu orang laki-laki berambut gondrong yang biasa tidur disitu. Orang-orang kampung nenekku biasa memanggil dia dengan nama “Didik”, dia orang yang lucu meski agak kurang waras. Dia biasa bermain dengan anak-anak di kampung nenekku. Juga kadang-kadang orang-orang di kampung memberi makan, kadang memberi pakaian. Ya, mungkin sudah di anggap warga sendiri.
Sore itu Didik bertingkah aneh tidak seperti biasanya, mungkin karena kurang waras jadi sudah di anggap biasa oleh warga sekitar. Malam pun tiba tidak seperti biasa pendopo itu sepi tidak ada kegiatan. Warga pun sudah tidak ada yang keluar padahal jam 20.00 itu waktu ramai-ramainya di kampung itu. Didik pun juga tidak kelihatan. Paginya kampung nenekku heboh. Didik meninggal dunia, dia gantung diri di dalam wc sekolah SMK itu dengan keadaan hanya pake handuk saja. Kita warga kampung merasa kehilangan juga sih.
Dari sinilah teror di mulai. Malam itu mungkin 3 hari setelah kematiannya. Salah seorang warga melihat Didik duduk di pendopo. Cerita itu pun segera menyebar. Aku dan teman teman pun seperti tidak percaya. Akhirnya kita membuktikannya. Sekitar tengah malam aku dan teman-teman keluar dari kampung ke pendopo itu. Ternyata benar ada si Didik duduk cengengesan disitu. Sumpah kita semua lari berpencar gak tahu arah. Sejak saat itu kampung nenek jadi sepi banget apalagi selepas maghrib.
Sesepuh desa pun turun tangan. Malam itu warga dan sesepuh kampung pun melakukan ritual pemanggilan si Didik. Sesajen lengkap, ritual pun di mulai, hembusan angin tiba-tiba menjadi kencang dan si Didik pun nongol dengan santainya duduk di atap pendopo. Dan kenapa si Didik ngelakuin teror itu ternyata dia hanya minta baju sama celananya di kubur juga.
Tapi setelah kejadian itu kampung nenekku kembali seperti dulu meski sampai sekarang masih saja nongol tuh si Didik hanya saja tidak sesering dulu. Mungkin dia masih ingin jadi warga kampung nenekku kali ya. Sekian ceritaku.
Post a Comment
0 Comments